Globalisasi dan Korupsi Global
Untuk membiayai proyek besar Triton, Bill
Lee (CEO Triton ) terpaksa mengurangi strategi kuno mereka untuk
menigkatkan objek keuangan perusahaan. Awal 1980 Triton menemukan minyak
di sebelah barat laut Perancis pada lokasi yang bersamaan dengan
perusahaan minyak lain. Untuk mempercepat pengeboran dan untuk
mengungguli kompetitor lain, Triton beraliansi dengan perusahaan minyak
negara setempat– campagnie francaise des petroles. Partnership
ini memberikan banyak keuntungan bagi Triton sejak perusahaan itu
memberikan Triton akses kepada pemerintah Perancis dalam regulasi
perminyakan. Seorang jurnalis bisnis mengatakan bahwa keahlian politik
Triton adalah faktor kunci keberhasilannya. Triton terbukti dekat dengan
orang-orang berpengaruh pada departemen perminyakan Perancis yang
mengeluarkan ijin penambangan.
Kebijakan Triton yang dekat dengan
lembaga negara dan birokrat menghantarkan perusahaan itu pada masalah
dengan pemerintah Amerika sejak 1990. Triton menyuap pejabat di luar
luar negeri agar memberikan perlakuan yang menguntungkan bagi Triton
bila ada investigasi seluruh operasi Triton di luar negeri yang
dilaksanakan oleh Kejaksaan agung dan SEC. Investigasi ini sesuai dengan
pernyataan pelanggaran dalam UU praktek korupsi luar negeri tahun 1997,
termasuk akuntansi dan internal control yang dinyatakan dalam UUD.
Ulasan mengenai Texas Wildcatter
L.R. Wiley mendirikan Triton Energy
Corporation tahun 1962, pendahulu dari Triton Energy Ltd. Pada waktu itu
analist industri mengestimasi bahwa ada sekitar 30.000 jenis usaha yang
terkait dengan eksplorasi gas dan minyak. Bisnis minyak dan gas
mengalami naik turun pada tahun 1960 – 1970 sehingga banyak muncul dan
hilang beberapa perusahaan yang bergerak dalam industri ini. Minyak
mengalami booming pada tahun 1980an mengalahkan jenis industri lainnya.
Hanya kurang dari 20 produsen saja yang tetap bertahan dalam industri
ini termasuk Triton.
Bill Lee bergabung dengan Triton ada awal
1960 dan kemudian dipromosikan menjadi CEO tahun 1966. di bawah Lee,
Triton cakap bermain dalam industri ini. Lee mengetahui bahwa perusahaan
negara USA telah menemukan lokasi tambang terbaik mereka di USA,
sehingga Lee memutuskan untuk focus pada eksplorasi di luar negeri.
Secara bertahap dimulai dari negara negara yang dikenal sebagai ”Big
oil”. Selama Lee menjabat, Triton telah melakukan eksplorasi di
Argentina, Australia, Canada, Columbia, Perancis, Indonesia, Malaysia,
New Zeland dan Thailand.
Pada awal 1970, Triton menemukan ladang
minyak dan gas di Teluk Thailand. Karena ketidak sepakatan dan
konfrontasi dengan pemerintah Thailand maka ladang itu tidak dapat di
eksplorasi lebih dari sepuluh tahun. Pengalaman Lee ini dengan
pemerintah Thailand memberinya pelajaran penting: jika usaha bersama
Triton ingin sukses di negara lain, maka perusahaan harus menjalin
hubungan baik dengan pejabat kunci pemerintahan tersebut. Seperti
dijelaskan di awal Lee menerapkan strategi ini pada perusahaannya di
perancis.
Lee mendirikan Triton Indonesia, Inc.,
sebuah perusahaan yang keseluruh kepemilikannya dikuasai oleh Triton.
Perusahaan ini didirikan untuk mengembangkan ladang minyak yang mereka
peroleh di tahun 1988. ladang minyak ini terletak di Pulau Sumatera yang
dikenal dengan ladang Enim, dimiliki oleh perusahaan Belanda tahun
1930an. Pada waktu itu sumatera merupakan daerah yang dikuasai Belanda.
Ketika Jepang menginvasi Indonesia selama PD II, mundurnya tentara
Belanda maka ladang Enim diserahkan kepada Jepang. selama 4 dekade
kemudian, ladang minyak ini diakui sebagai daerah hutan lindung. Pada
pertengahan 1980an, Lee mempelajari cadangan minyak yang sangat
potensial yang terkubur di ladang Enim itu. Sebuah perusahaan kecil
Kanada memiliki hak tambang atas cadangan itu. Triton kemudian merebut
hak tambang itu secara legal. Setelah menginvestasikan beberapa juta
dolar Amerika dan beberapa tahun bekerja di Ladang Enim, Triton mulai
memompa ribuan barrels setiap hari dari beberapa kolam yang menganggur.
Strategy bisnis Triton yang dekat dengan
pejabat pemerintahan Indonesia memberikan kontribusi yang sangat besar
bagi suksesnya proyek Enim ini. Untuk memperkuat landasan dengan
beberapa pejabat itu, Triton mempekerjakan seorang berkebangsaan
Perancis – Roland Siouffi sebagai konsultan. Siouffi yang telah tinggal
di Indonesia selama 3 dekade bertugas sebagai perantara dengan Dirjen
Pajak dan dengan lembaga pemerintah yang mengatur industri minyak dan
gas.
Tahun 1991, Triton kembali menemukan emas
hitam lagi. Kali ini di Colombia. Beberapa perusahaan minyak besar
telah melakukan eksplorasi di Pegunungan Andes yang terbentang di
sepanjang Columbia. Laporan geology meyakinkan Lee dan beberapa
eksekutif Triton bahwa daerah itu mengandung banyak kolam minyak yang
tersembunyi. Lee dan koleganya ternyata benar. Pada tahun 1991, Triton
menemukan cadangan minyak yang sangat luas terlentang di bawah hutan
kolombia. Temuan ini merupakan yang terbesar di belahan bumi sejak tahun
1968 Prudhoe bay menemuknnya di Alaska. Lagi-lagi Triton menjalin
hubungan erat dengan pejabat pemerintahan setempat.
Kekuatan dari temuan Triton di Indonesia
dan Kolombia terbukti dengan melambungnya harga saham Triton dari hanya
beberapa dolar saja tahun 1980an menjadi $50/saham tahun 1991. Ranking
saham Triton merupakan salah satu dari sepuluh performa saham terbaik
perusahaan tambang pada tahun 1991. Meskipun nyatanya Triton memiliki
keahlian khusus dalam menemukan minyak, banyak analyst bursa menolak
merekomendasikan saham Triton. Isu menyuap pejabat pemerintahan
setempat, dugaan melakukan praktek creative accontung, dan dugaan praktek bisnis yang salah lainnya merupakan beberapa analisa tersebut.
Dugaan praktek manajemen yang kejam dan creative accountung
mengemuka pada pertengahan 1990-an. Dugaan itu membuat Kejagung USA dan
SEC tertarik untuk menyelidiki praktek bisnis Triton. Investigasi ini
difokuskan pada hubungan yang dibuat antara eksekutif Triton dengan
pejabat pemerintah Indonesia pada ladang Enim.
Isu utama yang ditujukan SEC dan Kejagung
USA selama investigasi Triton adalah apakah perushaan itu melangar UU
Amerika – FCPA tahun 1977 yang bersisi tentang penyuapan, pembayaran
kembali, dan pembayaran lainnya yang dilakukan perusahaan Amerika kepada
pejabat pemerintahan negara lain dalam menjalin hubungan bisnis. UU itu
juga mensyaratkan agar perusahaan membuat pengendalian internal yang
memadai dalam mengcover semua praktek pembayaran itu.
Kasus di Indonesia
Controller Triton Energy yang sebelumnya
menggugat perusahaan itu tahun 1991. Dia mengklaim bahwa dia dipecat
tahun 1989 setelah menolak menandatangani formulir 10-K. Controller itu
menolak menandatangani karena perusahaan tidak menggungkapkan “
penyuapan, pembayaran kembali dan pembayaran kepada pejabat pemerintah,
pejabat bea cukai, auditor dan beberapa pejabat pemerintahan lainnya di
Indonesia, Colombia, dan Argentina. Controller itu menyatakan bahwa
management senior Triton tidak memiliki kewenangan dalam pembayaran itu
karena FCPA mengatur bahwa pembayaran seperti itu harus diungkapkan
dalam formulir 10-K. Sebelum kasus ini beranjak ke pengadilan, pejabat
Triton menghilangkan biaya-biaya itu. Selama proses persidangan, dengan
mempertimbangkan bukti pendukung yang diungkapkan oleh controler itu.
Sebuah memo yang ditulis oleh direktur internal audit Triton sebelumnya
berisi perintah menghancurkan bukti-bukti itu.
Pada akhir 1989, management Triton
mengirim seorang direktur internal audit yang baru untuk mereview
laporan operasi Triton di Indonesia. Direktur internal audit itu
menyimpan banyak kesepakatan dengan beberapa eksekutif Triton, termasuk
dirut dan sedikitnya dua wakil dirut. Berikut kutipan dari memeo itu.
Di Indonesia, saya menemukan sendiri sebuah negara yang mendukung korupsi.Saya pernah mengatakan bahwa kita membayar $1.000 sampai $1.900 perbulan hanya untuk memperoleh tagihan kami kepada Pertamina.Kita harus membayar pegawai bea cukai untuk mendapatkan peralatan dari pelabuhan sehingga bisa digunakan untuk operasi.Lebih buruknya, dalam bukti yang sangat rahasia ini, adalah bahwa kita membayar auditor supaya memberikan hasil audit yang baik. Ini adalah hal yang sangat buruk. Harapan saya sebelumnya adalah bahwa auditor di Indonesia adalah jujur.
Memo itu memberikan bukti yang sangat
luas mengenai praktek kecurangan yang dilakukan pegawai Triton di
Indonesia. Setelah membaca memo itu, eksekutif Triton memerintahkan
semua foto copy dokument harus dikumpulkan dan dihancurkan. Meskipun ada
perintah seperti itu, namun ada satu foto copy dokument yang tetap
bertahan dan menjadi peran kunci dalam kasus hukum Triton melawan
controller sebelumnya.
Akuntan Triton yang lain juga membenarkan
beberapa pernyataan kontroler itu. Akuntan ini sebelumnya adalah
seorang auditor PWC, bergabung dengan Triton Indonesia sebagai staff
akuntansi pada awal 1989. Dengan seketika akuntan tersebut menemukan
ketidak beresan dalam internal control pada operasi anak usahanya.
Pemisahan tanggung jawab dalam akuntansi dan internal control yang
sangat kurang menciptakan sebuah lingkungan dimana individu dapat dengan
mudah melakukan kecurangan transaksi. Akuntan memiliki masalah yang
sangat serius terkait dengan karyawan sebelumnya termasuk pengakuan oleh
atasan langsungnya. Atasan itu mengatakan kepada akuntan bahwa auditor
dari Pertamina telah ”dibeli” oleh Triton. Selama masa penugasannya
auditor ini secara regular meriview catatan pajak Triton Indonesia.
“saya mengerti kalimat “membeli audit” berarti bahwa menyuap auditor
Pertamina. Bagi saya, itu merepresentasikan sebuah transaski yang
ilegal”.
Setelah mengetahui praktek ilegal ini,
akuntan tersebut mengundurkan diri karena dia paham benar bahwa
jabatannya di Triton bisa menghancurkan karir proffesionalnya, akuntan
tersebut mengirimkan laporan sebanyak 37 halaman kepada kedutaan Amerika
di Indonesia. Dokumen laporan itu menyatakan bahwa ia meragukan
transaksi, kejadian, dan lingkungan selama bekerja di Triton Energy.
Dalam laporan itu dia menggambarkan bahwa atasannya sebagai “orang yang
tidak memiliki prinsip dan tidak memiliki etika”.
Peat Marwick mengaudit Triton Energy
selama 2 dekade mulai tahun 1969. selama tahap perencanaan pada audit
tahun 1991. Peat marwick mempelajari memo yang ditulis oleh direktur
Internal control Triton sebelumnya. Auditor Peat Marwick menanyakan
dokumen management yang berkaitan mengenai dugaan aktivitas melangar
hukum yang dilakukan klien berdasarkan memo tersebut. Pegawai Triton
mengatakan bahwa semua dokumen tersebut telah dihancurkan. Eksekutif
Triton kemudian menyiapkan memo balasan atas permintaan auditor Peat
Marwick itu. Memo kedua ini menghilangkan banyak faktor kunci dari
aktivitas dokumen direktur internal control yang dipertanyakan auditor.
Pada suatu pertemuan dengan perwakilan Peat Marwick, management Triton
secara langsung menyangkal dugaan yang terkandung dalam memo tersebut.
Beberapa pegawai Triton mengatakan kepada Peat Marwick bahwa tidak ada
bukti bahwa pegawai Triton Indonesia melakukan penyuapan kepada auditor
Indonesia.
Pada 1992, hakim yang mengetahui perkara
hukum yang dilakukan controller Triton sebelumnya memberikan hadiah
kepadanya sebesar $124juta. hadiah ini merupakan salah satu hadiah
terbesar yang pernah terjadi di pengadilan Amerika. Sementara Bukti memo
yang ditulis direktur internal control Triton itu menjadi panduan bagi
pemerintah federal untuk melakukan investigasi terhadap kecurangan
management dan kecurangan praktek akuntansi.
Hasil Investigasi SEC
Triton Indonesia melakukan negosiasi
kontrak dengan pemerintah Indonesia atas hak pengelolaan ladang Enim,
kontrak ini dibuat oleh Pertamina, yang merupakan partnernya dalam
proyek ini. Kesepakatan itu memberikan Triton hak operasi dan kendali
keuangan atas usaha patungan tersebut. Juga mengijinkan Pertamina
mereview dan menolak kebijakan yang terkait dengan proyek itu. Bagian
lain dari kesepakatan itu megharuskan Triton Indonesia mengangkut minyak
yang didapat dari ladang enim menggunakan pipa Pertamina. Dan
kesepakatan itu mewajibkan Triton Indonesia membayar pajak yang sangat
signifikan kepada pemerintah Indonesia berdasarkan produksi dari ladang
enim itu.
Dua tim audit Indonesia secara periodik
memeriksa catatan akuntansi dan pajak Triton. Auditor Pertamina mereview
catatan catatan akuntansi untuk meyakinkan bahwa anak usaha Triton
sesuai dengan kewajiban kontrak dengan Pertamina. Auditor dari
kementrian keuangan dan auditor Pertamina menginspeksi catatan pajak
untuk meyakinkan bahwa pembayaran pajak sudah tepat. Auditor pemerintah
dalam hal ini adalah BPKP.
Auditor Pertamina dan BPKP menandatangani
audit pajak bersama pada unit operasi Triton di Indonesia pada Mei
1989. hasil audit mengungkapkan bahwa Triton berhutang kekurangan pajak
sebesar $618.000. dari total ini $385.000 diantaranya merupakan pajak
yang dikumpulkan oleh auditor Pertamina. Sementara sisa $233.000
merupakan pajak yang ditaksir oleh auditor BPKP. Dua orang pegawai
Triton Indonesia mendiskusikan hal ini dengan Roland Siouffi – orang
berkebangsaan Perancis yang telah lama tinggal di Indonesia yang
bertugas sebagai konsultan humas Triton. Siouffie kemudian bertemu
dengan orang kunci tim audit Pertamina. Siouffi mengatur pembayaran
kepada dua orang ini sebesar sebesar $160.000 untuk menutupi tambahan
pajak yang di perkiraan oleh auditor Pertamina itu. Triton Indonesia
membayar $165.000 kepada suatu perusahaan yang dikendalikan oleh
Siouffie pada agustus 1989. beberapa minggu kemudian, Triton membayar
$120.000 dan $40.000 berturut turut kepada kedua auditor Pertamina itu.
Controller Triton Indonesia mempersiapkan dokumen palsu untuk pembayaran
itu kepada perusahaan milik Siouffie. Dokumen itu mengindikasikan bahwa
pembayaran itu untuk pembelian data geologi untuk ladang enim.
Pada agustus 1989, Auditor BPKP
mengingatkan pejabat Triton Indonesia bahwa mereka masih berhutang
pajak sebesar $233.000. Eksekutif Triton mendiskusikan hal ini dengan
Siouffie. Setelah rapat dengan auditor BPKP, Siouffie mengatakan kepada
Management Triton Indonesia bahwa dengan membayar $20.000 auditor itu
akan mengurangi tagihan pajak dari $233.000 menjadi $155.000. Triton
Indonesia kemudian membayar $22.500 kepada perusahaan lainnya yang
dimiliki oleh Siouffie, yang kemudian perusahaan itu membayar auditor
BPKP sebesar $20.000. Controller Triton Indonesia membuat dokumen palsu
yang menjelaskan pembayaran itu kepada perusahaan milk Siouffie sebagai
pemeliharaan peralatan ladang enim. Setelah membayar kepada auditor
Pertamina dan BPKP yang dilakukan oleh Sioufiie, Triton Indonesia
menerima surat dari kedua tim audit yang menyatakan bahwa mereka telah
menyelesaikan kasus pajak ini. Sepanjang 1989 dan 1990, Triton Indonesia
terus menyalurkan pembayaran yang tidak benar kepada sejumlah pejabat
pemerintahan Indonesia melalui Roland Siouffie. Triton Indonesia membuat
dokumen palsu untuk membersihkan setiap pembayaran untuk tujuan
akuntansi. SEC mengidentifikasi sebesar $450.000 dari catatan pembayaran
itu di catatan akuntansi Triton Indonesia.
Sejumlah pejabat Triton Energy secara
periodik memberikan pengarahan kepada orang-orang kunci di Triton
Indonesia terkait dengan pembayaran yang dilakukan oleh Sioufiie. Dalam
pengarahan itu, pejabat Triton juga mengajarkan jurnal akuntansi yang
salah dan dokumen yang disiapkan untuk menyembunyikan praktek yang
mereka lakukan, tapi pengarahan ini gagal menyetop praktek ini. Pada
suatu waktu pegawai di Triton Indonesia secara langsung mengatakan
kepada presidir Triton Energy bahwa pemebayaran haram dilakukan
siouffie. Presidir itu menjawab “selama ia bekerja di negara lain dan
mengerti hal-hal seperti itu harus dilakukan pada kondisi yang tepat”
SEC mengirim pesan
Pada tahun 1977. Setelah 4 tahun di
Triton Indonesia dan perusahaan Induknya sebagai puncak investigasi itu
SEC mengeluarkan suatu release. Release itu mengenakan Triton dan
eksekutifnya dengan pelanggaran anti penyuapan, akuntansi, dan
pengendalian yang diperlukan dari FCPA. Tanpa mengakui atau menolak
pegenaan ini, 6 pegawai Triton energy dan Triton Indonesia
menandatangani persetujuan surat kesepakatan yang melarang mereka
melakukan pelanggaran hukum federal dimasa yang akan datang. Surat
persetujuan kesepakatan ini juga menjatuhkan denda sebesar $300.000 pada
Triton Energy dan denda sebesar $35.000 dan $50.000 pada dua dua
pejabat Triton Indonesia. Berikut adalah petikan catatan laporan
keuangan tahun 1996 yang merupakan penyelesaian antara Triton Energy dan
SEC:
Pada Februari 1997, perusahaan dan
SEC membuat penyelesaian atas investigasi SEC mengenai pelanggaran
aturan FCPA yang berkaitan dengan operasi Triton di Indonesia.
Investigasi tersebut berakhir dengan perjanjian kesepakatan meskipun
perusahaan tanpa mengakui atau menolak pembebanan yang dibuat oleh SEC
yang mengatakan bahwa Triton melakukan pelanggaran UU pasar modal tahun
1934 ketika Triton Indonesia inc melakukan pembayaran pada tahun 1989
dan 1990 kepada konsultan penasihat Triton Indonesia inc. yang berkaitan
dengan perusahaan minyak negara Indonesia - Pertamina dan dirjen pajak
Indonesia, salah mencatat pembayaran tersebut dan gagal memelihara
pengendalian yang memadai. Dengan syarat penyelesaian ini, anak usaha
TEC secara permanen dilarang melakukan pelanggran dimasa yang akan
datang atas catatan dan menyediakan internal control yang memadai sesuai
dengan UU pasar modal tahun 1934 dan membayar pinalty sebesar $300.000.
Meskipun Triton Energy tidak
mengotorisasi pembayaran palsu itu dan akuntansi yang salah atas
transaksi itu, SEC dengan tajam mengkritisi dua eksekutif yang
bertanggungjawab atas praktek itu yang membiarkan praktek itu
berlangsung tanpa pengendaliannya.
Management senior Triton energy xxx
dan yyy, mengakui keberadaan praktek itu dan memperlakukannya sebagai
biaya pelaksanaan bisnis di Yurisdiksi luar negeri. Toleransi atas
praktek itu bertentangan dengan lingkungan bisnis yang fair dan
meruntuhkan kepercayaan pubic.
SEC mengakui didepan umum bahwa dia telah
mengirim pesan kepada manager perusahaan. Pegawai SEC menandai bahwa
kasus ini menekankan pada tanggung jawab managemen perusahaan dalam
kaitannya dengan pembayaran internasional. Dan menekankan kepada semua
perusahaan Amerika bahwa adalah tidak baik melakukan penyuapan sepanjang
kalau tidak ketahuan.
Setelah kasus Triton ini. Sepanjang tahun
1990 sejumlah dugaan praktek pembayaran internasional yang ilegal yang
dilakukan oleh perusahaan Amerika dilaporkan kepada SEC yang
memprakarsai beberapa investigasi FCPA.
Pertumbuhan praktek skema pembayaran
internasional yang semakin canggih menyulitkan SEC untuk menegakkan
aturan FCPA. Banyak eksekutif melobi untuk melawan aturan FCPA.
Eksekutif ini mengatakan bahwa hukum federal menempatkan perusahaan
multinasonal Amerika sebagai perushaaan yang tidak memiliki keunggulan
bersaing bila dibanding dengan perusahaan multinasional lainnya. Salah
satu penasihat president Clinton mendukung opini ini ketika dia
melakukan observasi, dia mengatakan bahwa Amerika adalah satu satunya
negara yang mengatur penyuapan pegawai negara lain sebagai tindakan
kriminal.
Bill Lee tidak pernah secara langsung
dikaitkan dengan scandal pembayaran di Indonesia, dia kemudian keluar
dari Triton Energy pada Januari 1993. SEC menyetujui bahwa para ekseutif
Triton terkait dengan scan dal ini. Semua eksekutif itu sesudah itu
mengundurkan diri dari posisi mereka. Thomas Finck, yang bergabung
dengan Triton setelah scandal Indonesia menggantikan Lee sebagai CEO di
tahun 1996. beberapa jurnalis mengatakan bahwa CEO baru Triton ini akan
melakukan trick yang sama seperti yang sebelumnya. Salah satu keputusan
utama Finck adalah mereorganisasi Triton Energy sebagai anak usaha dari
holding company yang berpusat di kepulauan Caymand. Finck melaporkan
bahwa kepindahan kantor pusat Triton ke kepulauan Caymand akan
mengurangi beban pajak Triton secara signifikan. Banyak kritik dari
keputusan itu. Bebrapa menduga bahwa perusahaan ingin menghindari
penelitian berdasarkan UU FCPA.
Triton Energy menjual anak usahanya di
Indonesia pada tahun 1996 tetapi Finck melanjutkan strategynya yang
penuh resiko itu untuk mendapatkan ladang minyak di belahan dunia
lainnya. Penurunan harga minyak menyebabkan nilai cadangan minyak Triton
menurun secara drastis selama tahun 1990an. Pejabat perusahaan
mengumumkan bahwa Triton dijual dan mengunakan perusahaan investasi
untuk menjual Triton kepada pembeli yang potensial. Ketika pembeli tidak
bisa ditemukan, Triton mengumumkan rencana restrukturisasi operasinya
dan melanjutkan usahanya secara independen. Pengumuman itu menyebabkan
saham Triton terjun bebas menjadi harga terendah dalam beberapa tahun
terakhir dan mengakibatkan Thomas Finck mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai CEO. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 2001,
kegemparan terjadi Triton Energy sebagai perusahaan independen berakhir
ketika Amerada Hess membeli perusahaan itu seharga $2.7 miliar.
sumber: http://akuntansibisnis.wordpress.com/2010/06/17/triton-energy-globalisasi-dan-korupsi-global/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar